Home » » DOKTRIN ALLAH 09 – Allah yang Berdaulat

DOKTRIN ALLAH 09 – Allah yang Berdaulat



DOKTRIN ALLAH 09 – Allah yang Berdaulat (By Dr. Erastus Sabdono)

Allah Berdaulat Memberi Kehendak Bebas

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata kedaulatan dari kata daulat yang artinya kekuasaan atau pemerintahan. Berdaulat artinya mempunyai kekuasaan atau kewewenangan. Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi atas pemerintahan Negara, daerah dan lain sebagainya. Kedaulatan Allah berarti Allah diakui sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas segala sesuatu.

Ada sekelompok orang yang meyakini bahwa Tuhan dalam kedaulatan-Nya mengatur segala hal sampai sekecil-kecilnya. Tidak ada sesuatu yang bergerak di luar kedaulatan-Nya, artinya segala sesuatu ditentukan oleh Tuhan. Biasanya kelompok ini mengarah kepada takdir total atau takdir mutlak, artinya bahwa segala sesuatu terjadi dalam kehidupan ini atas kehendak Tuhan secara mutlak dan total. Kedaulatan Allah bukanlah kedaulatan seperti seorang diktator dunia yang berbuat sewenang-wenang tanpa berdiri di atas azas keadilan. Kedaulatan Allah adalah kedaulatan yang tidak dipisahkan dari kasih, keadilan dan kebaikan pribadi-Nya yang sempurna.

Memahami kedaulatan Allah juga harus menerima bahwa Allah berdaulat memberikan kehendak kepada Lusifer, malaikat maupun manusia. Dan kehendak Lusifer, malaikat maupun manusia tersebut adalah kehendak yang dapat mengarahkan diri mereka sendiri kepada suatu keadaan, artinya bisa menentukan nasib. Di sini Tuhan dalam keagungan kehendak bebas-Nya memberikan keagungan kepada malaikat dan manusia untuk mengambil keputusan dan pilihan sesuai dengan keputusannya sendiri. Itulah sebabnya iblis dan malaikat juga bisa jatuh, memberontak kepada Allah. Inilah pilihan bebas dari kehendak bebas yang Allah berikan.

Memahami kedaulatan Allah, seharusnya bukan hanya dikaitkan dengan “penentuan” pemilihan Allah atas sejumlah orang untuk selamat atau diperkenan masuk Sorga. Sebab konsekuensinya atau yang bisa diakibatkan bagi pihak lain, berarti juga penentuan atas sejumlah orang untuk binasa atau masuk neraka kekal. Fakta ini tidak bisa dibantah. Kalau ada yang membantah berarti tidak berpikir secara adil dan sehat. 

Namun, faktanya demikian. Ada orang-orang berpendirian bahwa Tuhan dalam kedaulatan-Nya menentukan sebagian manusia untuk selamat masuk Sorga, tetapi ia tidak menentukan manusia yang lain untuk binasa. Jika demikian berarti Tuhan tidak berdaulat atas segala sesuatu. Ia hanya berdaulat bagi yang diselamatkan.
Jika mengakui kedaulatan Allah atas segala sesuatu berarti, mengakui pula bahwa manusia yang binasa juga dalam wilayah kedaulatan-Nya. Kedaulatan seperti ini adalah kedaulatan “sewenang-wenang” yang menyalahi prinsip kasih dan keadilan. Disini Tuhan direpresentasikan sebagai pribadi yang “kejam”, sesuka sendiri tanpa kebijaksanaan. Padahal jelas sekali Tuhan tidak mungkin menghendaki kebinasaan dan kesengsaraan manusia ciptaan-Nya. Apalagi manusia ciptaan-Nya adalah makhluk yang memiliki roh dari diri-Nya (Kej 2:7; Yak 4:5).

Memang Tuhan berhak bertindak sesuka sendiri tetapi Ia pasti bertindak berdasarkan kebijaksanaan, kasih dan kecerdasan yang sempurna. Tidak mungkin Tuhan memilih secara acak atau random, sehingga bagi manusia keselamatan seperti proses kejatuhan “lotere” atau undian. Jika demikian, maka bagi manusia, kedaulatan Tuhan dapat dipandang sebagai tabung yang memuat nama-nama orang yang ditentukan untuk selamat dan ditentukan untuk binasa. Ini berarti Tuhan tidak bisa dipandang agung oleh semua pihak? Tuhan hanya diagungkan oleh mereka yang dipilih untuk selamat. Tetapi Tuhan bisa disumpah-serapah oleh mereka yang ditentukan untuk binasa, termasuk oleh malaikat yang jatuh yang diciptakan untuk menjadi “penjahat” dan obyek penderita. Bisakah mereka yang binasa berkata: “Terima kasih Tuhan, Engkau menciptakan aku untuk menderita di api kekal ini”?

Harus dicatat, bahwa kebinasaan bukan suatu keadaan “lenyap”, tetapi bisa menunjuk kepada siksaan abadi yang kengeriannya digambarkan oleh Tuhan Yesus sebagai tempat di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api yang tidak pernah padam. Ulat-ulat bangkai menunjuk tempat yang tidak menyenangkan. Semua itu adalah kengerian dahsyat wujud hukuman Allah. (Mat 5:22; Mark 9:43, 48), ratap dan kertak gigi (Mat 8:12) dan kegelapan, dalam kurun waktu yang tidak terbatas (Mat  8:12, Wah 14:11). Tuhan tidak merancang manusia ciptaan-Nya ada di tempat tersebut.

Ada yang menyatakan bahwa fakta itulah keadilan Tuhan yang melampaui pikiran manusia, keadilan yang memuat misteri Ilahi yang tidak akan dapat dimengerti manusia. Pernyataan ini tidak fair. Sebab kita sebagai gambar Allah, tidak diajar memahami dan menyelenggarakan keadilan dengan cara demikian atau versi demikian itu. Kalau manusia adalah gambar Allah maka manusia memiliki moral seperti moral-Nya. Prinsip-prinsip keadilan yang Dia miliki juga ada pada kita.

Tidak mungkin Tuhan bertindak di luar keadilan yang diajarkan kepada kita, walau Ia memiliki kedaulatan mutlak sebagai Sang Pencipta. Manusia saja dalam “kedaulatannya” bisa tidak bertindak secara gegabah. Misalnya, seorang ayah, tidak akan bertindak gegabah mengatakan anak pertama boleh sekolah sampai perguruan tinggi, sedangkan adiknya hanya sampai sekolah dasar, mereka tidak boleh merasa berhak membantah, sebab mereka dilahirkan oleh orang tua. Hanya orang tua yang tidak sehat pikirannya tanpa alasan bertindak demikian.

Kalau ada yang mengatakan bahwa manusia bukan Tuhan. Ya, benar, justru kalau manusia saja bisa memiliki pertimbangan yang dibangun dari kesadaran keadilan, intelektual atau kecerdasan, perasaan, empati dan lain sebagainya, terlebih lagi Tuhan. Tentu Tuhan memiliki kebijaksanaan di dalam diri-Nya untuk bertindak dan mengambil keputusan. Hanya pribadi yang tidak sehat yang mengambil keputusan tanpa alasan. Jangan karena mau mengakui supremasi Tuhan, maka pikiran Tuhan bisa dinilai tidak sehat. Inilah yang terjadi ketika suatu pandangan theologia hendak meninggikan supremasi Tuhan secara salah, malah yang terjadi adalah melecehkan keagungan-Nya.

Memang di dalam Alkitab terdapat tindakan-tindakan Tuhan seakan-akan memilih tanpa ada alasan jelas. Tetapi pemilihan tersebut pasti bukan pemilihan yang mencelakakan pihak tertentu. Tidak mungkin Tuhan menjadi penyebab penderita siapapun. Sebab Tuhan juga tidak menghendaki seorang pun binasa. Jika Tuhan menjadi penyebab penderitaan seseorang, maka sulitlah Dia dikatakan kasih adanya (1 Yoh 4:8). Dalam Alkitab hampir tidak ditemukan data yang menunjukkan bahwa Tuhan bertindak sesuatu tanpa alasan yang jelas. Walaupun tidak dikemukakan secara eksplisit alasan suatu tindakan Tuhan, kita tetap memahami dan percaya bahwa Tuhan dalam bertindak pasti dalam pertimbangan yang sempurna. Ia baik dan selalu sangat baik. Tidak ada seorangpun bisa memiliki alasan bahwa Tuhan itu tidak baik apalagi jahat.
Allah bertindak berdasarkan rule dalam diriNya

Dalam lingkungan orang beragama berbicara mengenai hukum selalu dikaitkan dengan “perintah atau peraturan atau syariat”. Berbeda dalam kekristenan, kalau diteliti dengan cermat Alkitab bukan hanya menunjukkan adanya hukum dalam arti perintah atau peraturan atau syariat, tetapi juga berbicara mengenai kodrat atau nature atau ketetapan. Dalam kehidupan fisik di dalam alam ini juga terdapat adanya hukum-hukum seperti hukum gravitasi, hukum archimedes dan lain sebagainya. Hukum-hukum alam ini bukan berbicara mengenai peraturan atau perintah yang ditujukan langsung kepada manusia untuk ditaati, tetapi fakta kehidupan yang harus dipahami dengan benar dan dihargai. Dan manusia mau tidak mau tunduk kepadanya, sebab hukum-hukum tersebut mengikat.

Dari pengertian dan penghargaan terhadap hukum-hukum alam tersebut, manusia mau mentaatinya karena tidak bisa menghindarkannya dan memang tidak boleh dihindari. Mengapa tidak bisa dihindari, sebab memang semua itu merupakan fakta yang bertalian langsung dalam kehidupan manusia. Manusia hidup pasti berurusan dengan hukum-hukum tersebut. Oleh sebab itu manusia harus memahaminya dengan benar. Dengan memahaminya dengan benar, maka manusia bisa memanfaatkan bagi kesejahteraannya. Seperti misalnya dengan memahami hukum archimedes maka orang bisa membuat kapal dan lain sebagainya.

Sebagaimana manusia harus memahami secara mutlak hukum-hukum alam yang bertalian dengan hidup mereka setiap hari di dunia ini, maka manusia juga harus memahami hukum kehidupan yang bertalian dengan Allah guna kehidupan kekal. Hukum kehidupan ini disebut sebagai hukum rohani. Hukum rohani memuat fakta-fakta dalam alam rohani yang pasti membawa dampak pula pada kehidupan jasmani atau hukum-hukum alam ini. Dengan demikian hukum rohani bisa dikatakan lebih bernilai dari hukum alam yang kelihatan dan bisa dibuktikan secara sains. Adapun hukum rohani bisa dibuktikan secara sempurna nanti dalam penghakiman terakhir.

Hukum rohani menyangkut ketetapan yang Allah tentukan yang berasal dari diri pribadi Allah Bapa yang Mahakudus, Mahabijaksana dan Mahaadil. Dalam hukum rohani tersebut terdapat ketetapan-ketetapan yang harus dihargai baik oleh pihak Allah maupun pihak manapun atau siapapun. Allah juga konsekuen atas hukum yang ditetapkannya tersebut yang menjadi semacam rule of life (hukum kehidupan). Tuhan pun bertindak sesuai dengan hukum di dalam diri-Nya. Dalam hal ini kedaulatan Allah bukan kedaulatan “liar” tanpa aturan dan tanpa batas. Tuhan diatur oleh diri-Nya sendiri. Dirinya sendiri itulah hukumnya. Dan di dalam diri-Nya tersebut ada sistim, rule atau hukum yang sempurna.

Doa dan Kedaulatan Allah
Melengkapi pembahasan mengenai kedaulatan Allah dan doa maka perlulah kita belajar sekilas mengenai hakekat Allah, yang dalam hal ini harus dipahami oleh anak-anak Tuhan. Dengan kebenaran ini anak-anak-Nya dapat membina terus menerus persekutuan dengan Allah dan bagaimana sepatutnya kita hidup bergaul dengan Allah dan bersikap terhadap-Nya. Tanpa disadari banyak orang yang terbawa kepada pengajaran yang tidak sehat tentang Allah yaitu penggambaran hakekat Allah yang keliru. Kekeliruan ini pada umumnya berasal dari pengajar-pengajar atau pengkhotbah-pengkhotbah Kristen yang tidak belajar dengan benar mengenai hakekat Allah. Hal ini terjadi khususnya atas pembicara-pembicara yang berasal dari agama lain sebelum menjadi Kristen dan pembicara-pembicara yang walaupun berasal dari orang Kristen tetapi tidak pernah belajar secara khusus dan sungguh-sungguh kebenaran Allah dalam Alkitab. Kekeliruan ini mempunyai dampak yang sangat negatif bagi banyak orang percaya.

Oleh mereka ini Tuhan digambarkan sebagai Allah yang mirip ilah-ilah agama-agama suku. Ini adalah konsep Allah yang tidak benar, tidak Alkitabiah. Oleh sebab itu cara mereka memperlakukan Allah sama seperti umat agama-agama non Kristen memperlakukan ilah mereka. Tuhan acapkali digambarkan sebagai Allah yang dapat diatur dan dipengaruhi oleh kita. Pengaturan terhadap Allah dan cara-cara mempengaruhi Tuhan itu dengan berbagai cara. Dalam konteks kita orang kristen melalui beberapa sarana antara lain liturgi atau upacara kebaktian, persembahan uang dan perpuluhan kita, melalui cara doa tertentu, satu hal penting yang harus kita mengerti dan terima bahwa Allah adalah yang berdaulat dan bebas. Ia bertindak dan bekerja sesuai dengan hakekat-Nya. Ia tidak pernah menyangkali hakekat-Nya.

Dalam Yesaya 40:13-14 ditunjukkan bahwa Allah bukanlah Allah yang dapat diatur oleh siapa pun dan dengan cara bagaimanapun. Tidak ada satu kuasa pun dapat menekan Allah dan mengatur-Nya. Yesaya 40:25-26 menunjukkan bahwa Ia adalah Mahakuat. Allah adalah Allah yang Mahabesar dan tidak dapat dipengaruhi oleh manusia (Yesaya 40:15-19). Ia bekerja sesuai dengan hakekat-Nya. Dan ia tidak pernah menyangkali hakekat-Nya. Allah adalah Allah tidak berubah (Maleakhi 3:6). Oleh sebab itu langkah bijaksana yang kita lakukan adalah mempelajari dan mengenal Allah sehingga kita mengerti apa yang Allah kehendaki dalam hidup kita. Allah adalah Allah yang bebas. Ia bebas dengan apa yang Ia rencanakan dan lakukan. (Nahum 1:2-3; 7-8). Allah melawan musuh-musuh-Nya: (Siapa musuh Allah? Hal ini harus kita tahu supaya kita jangan menjadi musuh Allah.) Musuh Allah adalah orang yang menjadi seteru salib, menolak bertobat (Fil 3:18-19), orang yang congkak atau sombong (Yak 4:6), mengandalkan kekuatan sendiri dan mengandalkan kekuatan manusia dan orang yang mengasihi dunia ini lebih dari mengasihi Tuhan (Yak 4:4).

Persahabatan dengan dunia adalah permusuhan terhadap Allah).
Bila seseorang melakukan hal-hal ini, sekalipun ia memberi persembahan dan berbakti di gereja, memberi persembahan dan perpuluhan, ia menjadikan dirinya musuh Allah. Hal-hal inilah yang merusak komunikasi dan dialog dengan Tuhan. Hal inilah juga merusak kehidupan doa. Tetapi berbahagialah orang yang menjadi sahabat Tuhan, kekasih Tuhan. Oleh sebab itu usahakan untuk mengenal hakekat-hakekat-Nya sebagai jalan untuk membenahi hubungan dengan Tuhan agar memiliki komunikasi dengan Allah.
Bagikan artikel ini :

Post a Comment

 
Supported by: Blogger | Blogger.com
Copyright © 2014. Rumah Pelayanan - All Rights Reserved
WWW . RUMAHPELAYANAN . COM