Home » » DOKTRIN ALLAH 08 – Allah yang Tegas dan Adil

DOKTRIN ALLAH 08 – Allah yang Tegas dan Adil



DOKTRIN ALLAH 08 – Allah yang Tegas dan Adil (By Dr. Erastus Sabdono)

Salah satu karakter Tuhan yang Alkitab tunjukkan adalah bahwa Allah adalah Allah yang tegas. Ia bukan pribadi yang lemah, yang bisa diatur dan dikuasai dan tidak berpendirian, tetapi sebaliknya Tuhan adalah Tuhan yang tegas dalam keputusan dan berintegritas tinggi terhadap diri-Nya yang kudus, adil dan tak bercela. Berintegritas tinggi terhadap diri-Nya sendiri artinya bahwa Tuhan dalam seluruh tindakan dan keputusan-Nya tidak terlepas dari hakekat-Nya yang tidak berubah tersebut.

Salah satu bukti dalam Alkitab bahwa Allah adalah Allah yang tegas, kita jumpai dalam kisah Musa. Sekalipun Musa adalah seorang yang telah berkarya begitu banyak bagi Tuhan, tetapi Tuhan tidak melepaskan Musa dari disiplin tatkala ia melanggar kekudusan Allah (Bil 20:2-13). Karena kesalahannya, yang kelihatannya sepele ia tidak diperkenankan masuk tanah Kanaan. Ia hanya diperkenan melihat dari jauh, tetapi tidak diperkenankan masuk (Ulangan 32:48-52). Bisakah kita berkata “keterlaluan amat Tuhan itu”. Tahukah saudara bahwa Tuhan tidak dapat diatur oleh siapapun. Tindakan Tuhan berangkat atau berdasar dari hakekat-Nya yang tidak bercela itu.

Dalam Bilangan 20:2-3 bangsa Israel bersungut-sungut dan mengajak bertengkar dengan Musa, Alkitab menulis demikian: Pada suatu kali, ketika tidak ada air bagi umat itu, berkumpullah mereka mengerumuni Musa dan Harun, dan bertengkarlah bangsa itu dengan Musa, katanya: “Sekiranya kami mati binasa pada waktu saudara-saudara kami mati binasa di hadapan TUHAN! Mengapa kamu membawa jemaah TUHAN ke padang gurun ini, supaya kami dan ternak kami mati di situ? Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membawa kami ke tempat celaka ini, yang bukan tempat menabur, tanpa pohon ara, anggur dan delima, bahkan air minum tidak ada?” Kalau musa merasa kesal dan jengkel kepada bangsa itu maka hal itu seakan bisa dimengerti. Mereka menuduh Musa menyengsarakan bangsa itu. Padahal Tuhan yang menghendaki mereka keluar dari Mesir dan Tuhan merencanakan membawa bangsa itu ke negeri yang berlimpah susu dan madu, sebuah negeri yang amat permai. Tetapi bangsa itu tidak mau mengerti, sebaliknya mereka mempersalahkan Musa dan melawan Tuhan.

Kekesalan Musa mendatangkan bencana bagi Musa, Ia disuruh Tuhan untuk berbicara kepada bukit batu dan bukit batu akan keluar air (“Ambillah tongkatmu itu dan engkau dan Harun, kakakmu, harus menyuruh umat itu berkumpul; katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan memberi minum umat itu serta ternaknya.” Bil 20:8). Tetapi Musa ternyata tidak melakukan tepat seperti yang Tuhan katakan. Ia memarahi bangsa itu dan memukul dua kali bukit batu dengan tongkat di tangannya. Padahal Tuhan tidak menyuruh Musa berbicara kepada bangsa Israel dan tidak menyuruh memukul bukit batu. Tuhan hanya memerintahkan Musa berbicara kepada bukit batu. Dalam Bilangan 20:10-11 tertulis: Ketika Musa dan Harun telah mengumpulkan jemaah itu di depan bukit batu itu, berkatalah ia kepada mereka: “Dengarlah kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?” Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum. Musa tidak bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. 

Ucapannya bisa berarti ia hendak melemparkan kekesalannya itu kepada Tuhan dan bermaksud berkata bahwa semua ini bukan salahnya, bahwa ia tidak bisa mengeluarkan air dari bukit batu. Tindakan ini dipandang Tuhan salah. Alkitab menulis: Tetapi TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun: “Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka.”

Sering kita melakukan kesalahan seperti Musa. Dalam kondisi-kondisi tertentu kita sepertinya dipaksa untuk berbuat kesalahan. Kalau kita sudah berbuat salah kita merasa memiliki alasan melakukan kesalahan tersebut kemudian merasa tidak terlalu bersalah. Seperti yang sering kita dengar orang berkata: saya sebenarnya sudah sabar, tetapi karena dia keterlaluan akhirnya dia saya pukul juga. Ini berarti orang tersebut lebih membela perasaannya dari pada menyenangkan Tuhan. Ia tidak menghormati Tuhan. Contoh yang lain, orang berkata: sebenarnya saya tidak mau menyontek tetapi karena listrik mati dan saya tidak bisa belajar, maka saya terpaksa menyontek. Ini berarti orang tersebut tidak mau mengusahakan lilin tetapi mengorbankan kejujuran. Ia tidak menghormati Tuhan dengan ketidak jujuran tersebut.

Musa memang memiliki alasan untuk berbuat salah, tidak menghormati kekudusan Tuhan sebab bangsa Israel benar-benar keras kepala, tetapi Tuhan tidak menerima alasan tersebut. Bagaimanapun Musa bertindak salah di mata Tuhan. Seharusnya demi Tuhan, Musa tidak hanyut dengan perasaan kesal dan kemarahannya. Seharusnya ia menghormati Tuhan di mata bangsa Israel. Akibat kesalahan tersebut Musa tidak diperkenankan masuk ke tanah Kanaan.

Sikap tegas Tuhan juga nampak dalam perlakuannya kepada bangsa Israel. Walaupun mereka umat pilihan Tuhan, tetapi kalau mereka tidak mau mengerti kehendak-Nya maka Tuhan bersikap tegas terhadap mereka, yaitu membuang mereka. Demikian pula terhadap umat Perjanjian Baru. Kalau mereka tidak taat Tuhan-pun dapat membuang mereka. Dalam Roma 11:19-22 tertulis: Mungkin kamu akan berkata: ada cabang-cabang yang dipatahkan, supaya aku dicangkokkan di antaranya sebagai tunas. Baiklah! Mereka dipatahkan karena ketidakpercayaan mereka, dan kamu tegak tercacak karena iman. Janganlah kamu sombong, tetapi takutlah! Sebab kalau Allah tidak menyayangkan cabang-cabang asli, Ia juga tidak akan menyayangkan kamu. Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah jatuh, tetapi atas kamu kemurahan-Nya, yaitu jika kamu tetap dalam kemurahan-Nya; jika tidak, kamupun akan dipotong juga. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa karena ketidaktaatan bangsa Israel mereka ditolak Allah, demikian pula kalau umat Perjanjian Baru tidak taat dan dengar-dengaran “Tuhan-pun tidak menyayangkan”. Selama ini banyak orang Kristen yang mengaku sudah disayang Tuhan lalu merasa aman-aman saja. Mereka tidak  menyadari bahwa Tuhan adalah Tuhan yang tegas. Karena ketidaktaatan, Tuhan bisa bersikap tegas terhadap orang percaya. Dari Roma 2:2-11 kita menemukan banyak pelajaran rohani mengenai hal ini. 

Dalam tulisannya penulis Roma berkata: Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah jatuh. Dari pernyataan ini penulis surat Roma mengajak pembacanya untuk melihat bukan saja kemurahan-Nya tetapi juga kekerasan hati-Nya.
Dalam Roma 2:4-5 tertulis: Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan? Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan. Bila berbicara mengenai kemurahan Allah hendaknya pikiran kita tidak hanya tertuju kepada berkat-berkat Tuhan yang sangat berlimpah tercurah dan doa-doa yang pasti terkabulkan, berarti kita menjadikan Tuhan murahan. Berbicara mengenai kemurahan Allah kita harus mengerti bahwa kemurahan Allah tersebut dimaksudkan agar kita “bertobat” secara terus menerus dari hari ke hari. Bila menolak bertobat berarti menimbun murka Allah.

Selanjutnya dalam Roma 2:6-8 Alkitab tertulis: Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman. Perhatikan kata “geram dan murka” dalam ayat ini. Hal ini menunjukkan hakekat Tuhan. Bahwa ia bisa murka dan geram. Karenanya kita tidak hanya mengerti “senyum Tuhan”, tetapi juga belajar kenyataan bahwa Allah memiliki geram dan murka pula. Banyak hamba-hamba Tuhan hanya melihat sisi kasih, kesabaran dan kemurahan Allah tetapi kurang bahkan sama sekali tidak membicarakan ketegasan Allah. Ini tidak fair. Kebenaran yang dipaparkan tidak lengkap. Hal ini bisa membahayakan umat Tuhan. Nabi-nabi palsu zaman Perjanjian Lama juga sering ditemukan bersikap demikian pula. Menyampaikan nubuat palsu, hal-hal yang menyenangkan telinga saja, tidak menyuarakan penghukuman Allah atas umat-Nya kalau mereka tidak taat. Di akhir zaman ini juga kita temukan kenyataan banyak orang mengumpulkan guru-guru yang menyenangkan telinga saja, tetapi tidak mengajar kebenaran (Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya – 2Tim 4:3)

Tuhan tidak pandang bulu atau tidak pandang muka, setiap kesalahan akan mendapat hukuman. Dalam Roma 2:11 tertulis: Sebab Allah tidak memandang bulu. Hal ini harus membuat kita gentar akan Tuhan, sekalipun kita adalah anak. Bahkan justru karena kita anak Tuhan maka kita harus lebih takut kepada Bapa sorgawi (Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini. 1Pet 1:17). Dalam hal ini jelas bahwa Allah tidak pandang bulu. Kebenaran inilah yang sering ditutup-tutupi penguasa kegelapan agar tidak diketahui manusia atau kurang diperhatikan agar banyak orang tidak takut Allah, menganggap sepi kemurahan Allah (Roma 2:4), manusia berdosa berkepanjangan, menolak pertobatan.

Bagaimanapun Allah akan membawa setiap perbuatan ke dalam perhitungan-Nya, pengadilan-Nya (Nahum 1:2-3 TUHAN itu Allah yang cemburu dan pembalas, TUHAN itu pembalas dan penuh kehangatan amarah. TUHAN itu pembalas kepada para lawan-Nya dan pendendam kepada para musuh-Nya. TUHAN itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah. Ia berjalan dalam puting beliung dan badai, dan awan adalah debu kaki-Nya.)

Ketegasan dan keadilan Tuhan nampak dalam tindakan-Nya mendisiplin Adam dan Hawa ketika jatuh dalam dosa. Allah tidak bisa kompromi dengan kesalahan. Setiap kesalahan harus menerima konsekuensinya. Dalam kisah mengenai Daud yang berzinah dengan Bestyeba, Daud memang menerima pengampunan dari Tuhan tetapi konsekuensi dari kesalahan Daud harus ditelannya. Fenomena-fenomena seperti ini memenuhi seluruh isi Alkitab. Pada prinsipnya semua itu menunjukkan ketegasan dan keadilan Allah.

Perhitungan-Nya bisa berlaku selama hidup dalam dunia ini atau dalam alam kekekalan nanti. Setiap tindakan kita mendatangkan reaksi dari Allah. Ia tidak memandang bulu. Dalam Matius 7:21-23 dipaparkan sikap Tuhan pada akhir zaman kepada orang yang ternyata tidak melakukan kehendak Bapa. Terhadap mereka Tuhan tegas berkata: Aku tidak mengenal kamu. Sudahkan kita hari ini melakukan kehendak Bapa? Siapapun kita, berbahaya jika tidak melakukan kehendak Bapa. Sangat berbahaya! Ingat Tuhan tidak pandang muka. Siapapun tidak melakukan kehendak Bapa, tidak dikenal Tuhan Yesus.
Oleh sebab itu kalau berbicara mengenai Allah yang Mahakuat jangan hanya menghubungkan dengan jaminan atas kita oleh kekuatan-Nya, tetapi juga perhatikan bahwa Tuhan adalah Allah yang kuat berkuasa bukan saja membunuh tubuh tetapi juga membuang manusia ke dalam api kekal (Mat 10:28). Karena takutlah kepada Tuhan, jangan sombong. Tuhan Yesus memperingatkan kita agar takut akan Allah. Dalam Matius 10:28 tertulis: Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.

Menyadari hal ini maka kita harus tegas terhadap diri sendiri. Tegas untuk berkata TIDAK bagi dosa dan YA untuk kehendak Allah. Ketegasan ini mendatangkan kasih sayang Tuhan dan kita layak menjadi sekutu Tuhan dalam keabadian nanti. Tetapi kalau kita tidak bersikap tegas terhadap diri sendiri maka Tuhan akan bersikap tegas terhadap diri kita.

Ada perlakuan-perlakuan istimewa yang Allah tunjukkan kepada orang-orang yang menjadi kekasih-Nya (Mat 10:28-33). Perlakuan istimewa baik selama ada di dunia ini maupun nanti dalam kerajaan-Nya. Dalam Perjanjian Lama kita dapat melihat perlakuan Tuhan terhadap kekasih-kekasih-Nya, kepada Abraham, Yusuf, Daud, Daniel, orang-orang percaya Kis. 9:5 dan lainnya. Sekarang harus dipersoalkan kita hendak memilih yang mana, kasih sayang-Nya atau ketegasan disiplin-Nya. Hal ini tergantung dari kita sendiri. Perlakuan apakah yang kita harapkan dari Tuhan tergantung sikap kita terhadap-Nya. Kalau kita mengerti dan menerima kebenaran ini yang adalah rahasia kehidupan ini, tidak terlalu sukarlah jalan yang kita tempuh. Hidup dalam kehendak dan rencana-Nya merupakan jalan menikmati hidup yang indah dan menyenangkan.
Bagikan artikel ini :

Post a Comment

 
Supported by: Blogger | Blogger.com
Copyright © 2014. Rumah Pelayanan - All Rights Reserved
WWW . RUMAHPELAYANAN . COM