Home » » Grant R Osborne, Spiral Hermeneutik

Grant R Osborne, Spiral Hermeneutik



1.    Prinsip Umum Penafsiran
Grant R Osborne, Spiral Hermeneutik: Pengantar Komprehensif Bagi Penafsir Alkitab (Momentum:Surabaya, 2012), Hal. 177-203

Pengetahuan tentang latar belakang dapat mengubah khotbah yang berasal dari study dua dimensi jadi peristiwa sinematik tiga dimensi. Cerita-cerita dan dan wacana dalam Alkitab tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi sekadar tulisan-tulisan dua dimensi terpisah dari kehidupan nyata. Studi latar belakang soisal yang dilakkukan secara ilmiah membuat situasi asli dapat dimengeti oleh pembaca modern. Eksegesis sejarah dan budaya berbeda dari studi kritik sejarah dalam hal menerapkan data latar belakang kepada suatu perikop untuk menentukan otentitas atau penambahan editorial yang dialkukan terhadap teks itu. Alat utama untuk menyingkapkan data ini adalah arkeologi. Akan tetapi, relevansinya bagi hermenetika masih diperdebatkan. Arkeologi umumnya digunakan terutama bagi tujuan-tujuan Apologetik untuk membuktikan” Otentitas dari kisah ALkitab.

                                                RANAH-RANAH UNTUK RISET
1.      Geografi, perpidahan penduduk dan topografi dari suatu wilayah dapat menambah pemahaman yang luar biasa pada studi suatu perikop.                                                 
2.      Politik, dalam mempelajari catatan-catatan sejarah (Seperti sejarah Israel atau kehidupan yesus) kita akan sangat terbantu jika kita mengetahui beberapa perkembangan politik dibalik catatan-catatan itu.
3.      Ekonomi, setiap budaya dapat dijelaskan berdasarkan situasi sosio ekonominya, meskipun ada beberapa kesulitan dalam melacak latar belakang ekonomi dari wilayuah manapun.    
4.      Militer dan Perang, istilah perang dapat ditemukan lebih dari tiga ratus kali didalam perjanjian lama saja, untuk itu sangat menarik untuk melacak sejarah Israek dari sudut pandang militer.
5.      Praktik-praktik budaya, sepeti kebiasaan-kebiasaan keluarga, kebiasan-kebiasaan materi, kebiasaan setiap hari, atletik dan rekreasi, musik dan seni, dan antropologi budaya.                                        
6.      Kebiasaan-kebiasaan religious, mengendalikan setiap aspek kehidupan sehari-hari dari bangsa Israel. Setiap aktivitas mengandung nuansa relegius.
7.      RAngkuman. Berkeley Mikelson mengikuti jejak Eugene Nida (Message and mission) dal hampir memperhatikan kenekaragaman budaya dalam komunikasi. komunikasi terjadi ketika suatu sunber memberikan suatu berita kepada suatu penerima.

SUMBER-SUMBER KHUSUS UNTUK BAHAN LATAR BELAKANG
1.      Alusi-alusi perjanjian lama. Lebih banyak terdapat alussi-alusi perjanjian lama ketimbang kutipan-kutipan langsung. Namun hampir semua buku yang membahas Perjanjian Lama dalam perjanjian baru berfokus pada kutipan-kutipan.
2.      Alusi-Alusi Intertestamental. Kutipan-kutipan dari litatur intertestamental sangat sedikit, namun ide-ide yang dicetuskan selama periode antara Perjanjian Lama dan baru itu penting untuk memahami doktrin Perjanjian Baru.                                                                
3.      Paralel-paralel dalam Qumran. Pada awal tahun 1950-an, sebagai hasil dari suatu semangat idealistik akibat penemuan dan publikasi gulunan-gulungan laut mati, para ahli telah membuat keputusan yang terburu-buru berkenaan dengan pengaruh naskah Qumran pada Perjanjian Baru, misalnya, Yohannes Pembabtis dipandang sebagai seorang Eseni.
4.      Perikop-perikop parallel dalam tulisan-tulisan para nabi. Masalah utama adalah menetapkan tanggal dalkam tradisi Talmud. Meskipun masalah ini dapat diatasi oleh kehati-hatian para rabi dalam memelihara tulisan yang ada, masih banyak pendekatan yang terjadi berkenaan dengaan tulisan yang benar-benar cocok dengan situasi sebelum tahun 70 Masehi.
5.      Perikop-perikop paralel dalam tulisan-tulisan Helenistik. Karena latar belakang Helenistik telah begitu disalah gunakan oleh mazhab sejarah agama, maka kita perlu mempertimbangkan perikop-perikop Yunani maupun Yahudi terhadap semua jenis tulisan PB.

KESIMPULAN:
Dalam penafsiran Latar Belakang Sejarah dan Budaya adalah suatu jembatan kepada masa kini, yang mampu memperdalam pemahaman penafsir dengan teks asli. Penafsir harus bisa merekam kembali keaneka ragaman budaya pada zaman mereka ke zaman masa kini.
Penulisan kitab dalam Alkitab ditulis dalam kerangka waktu, tempat dan budaya yang tidak lagi sama dengan yang dipunyai penafsir. Untuk itu penafsir harus betul-betul memahami dunia Alkitab untuk dapat mengerti keadaan dan maksud asli ayat/perikop/buku itu ditulis. Untuk mempelajarinya yaitu, pelajari dunia Alkitab dengan teliti, jalan terbaik adalah dengan membaca seluruh Alkitab secara berurutan, mencatat peristiwa/kejadian penting yang perlu pengetahuan tambahan, gunakan Kamus Alkitab/Ensiklopedia dan alat (buku) yang bisa dipakai untuk menambah pengetahuan sejarah dalam Alkitab dan cari Alkitab yang mempunyai referensi silang.

2.    Narasi dan Prinsip Penafsirannya
Gordon D Fee dan Douglas Stuart, Hermenutika: Bagaimana Menafsirkan Firman Tuhan Dengan Tepat  (Malang: Gandum Mas, 2006), Hal. 77-93

Narasi adalah cerita. Cerita yang bertujuan mengisahkan kembali berbagai peristiwa historis dari masa lampau yang dimaksudkan untuk memberi arti dan petunjuk bagi orang-orang tertentu pada masa kini.

Narasi Ibrani memiliki beberapa ciri khusus:
-            Sang Narator
-            Adegan-adegan: bentuk utama narasi dalam narasi Ibrani adalah bentuk adegan.
-            Tokoh-tokohnya
-            Dialog
-            Jalan cerita
-            Ciri-ciri struktur
-            Kata akhir
Beberapa kesalahan penafsiran yang paling lazim dilakukan:
1.      Menjadikan Alegori (Allegorizing)
2.      Melihat terpisah dari konteks (Decontextualizing)
3.      Memilih-milih (Selectivity)
4.      Mengaitkan dengan moral (Moralizing)
5.      Mengaitkan dengan pribadi tertentu (Personalizing)
6.      Penyalahgunaan (Misappropriation)
7.      Kecocokan palsu (False appropriation)
8.      Penggabungan yang salah (False combination)
9.      Definisi ulang
Cara membaca alkitab dengan kritis / Menafsir?
1.      Baca kitab dari awal sampai akhir untuk mengerti alur ceritanya, bagian-bagiannya.
2.      Amati setting, waktu, gaya bercerita, struktur.

3.      Amati dan dengarkan Narator dan tokoh-tokohnya dan rasakan, Ia berbicara apa, kepada siapa (berkonflik dengan siapa), bagaimana responnya, perkembangan pembicaraan dan apa yang dipermasalahkan (konflik).
4.      Perhatikan kata-kata / istilah yang dipakai, jenis kalimat, pokok kalimat, anak kalimat. Didalam memperhatikan usahakan dengan melihat / membandingkan dengan Alkitab terjemahan/ bahasa lain. Misal: Bahasa Jawa (standar, sehari-hari), Indonesia (standar, BIS), Inggris, dll.
5.      Bersikaplan seperti anak kecil yang selalu bertanya dan ingin tahu jawabannya. Tanyakan kepada kitab / pada cerita dan cari jawabannya pada kitab / pada ceritanya. Jawaban tidak boleh menurut pendapatnya sendiri atau pikiran orang lain dan tidak boleh dari kitab lain yang pengarangnya berbeda. Mungkin ada beberapa jawaban yang ditemukan dan hendaknya itu diingat atau dicatat. Dan selanjutnya dicari jawaban mana yang paling benar menurut kitab yang dipelajari. Ingatlah Apa yang dikatakan Tuhan Yesus dalam Matius 18: 1-5
6.      Menyimpulkan / memahami inti pergumulan atau berita/ pesannya. Dengan cara membandingkan pergumulan-pergumulan, memikirkan dan merasakan hal-hal yang telah dipergumulkan.
KESIMPULAN
Banyak metode untuk membaca/ memahami alkitab, tapi perlu dikritisi dengan sebaik-baiknya. Karena ada kelebihan dan kekurangannya. Metode membaca alkitab dengan kritis, adalah metode tafsir Narasi, yang memudahkan kita dapat memahami, menggali pesan (Firman Allah), sehingga seorang dapat mendengar pesannya. Ingatlah Firman Tuhan dalam Amsal 2:4-5


3.    Kiasan dan Prinsip Penafsirannya
Hasan Sutanto, Hermenutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab (Malang: Gandum Mas, 2007), Hal. 342-371

            Bahasa kiasan menunjuk penggunaan kiasan untuk meningkatkan efek pernyataan atau penggambaran. Dengan demikian sebuah berita dapat disampaikan dengan cara membandingkan satu hal dengan hal lain. Ia berbeda dengan bahasa harafiahnya, yang menyampaikan berita melalui kata-kata (tanda-tanda) yang memiliki makna yang dikenal dan diakui secara umum.
            Pemakaian bahasa kiasan sudah tentu ada sebabnya. Alasan utamanya adalah kurangnya perbendaaharaan kata. Dengan memakai bahasa kiasan, sebuah kata yang memiliki konotasi tertentu, dipakai untuk menyampaikan makana lain. Dengan membandingkan atau mengasosiasikan dengan hal lain, bahasa kiasan memberi kesan yang lebih dalam seperti Yakobus, Kefas, dan Yohanes dilukis sebagai saka guru. Dengan menyebut saka guru, kedudukan saka guru ini adalah sebagai tokoh penting dalam Gereja, namun pembandingan dan pengasosiasian yang membutuhkan penafsiran.
            Penafsiran bahasa kiasan dalam Alkitab memerlukan penyelidikan yang cermat. Penafsir perlu bersikap sensitif dan teliti ketika memerapkan prinsip dan metode penafsiran. Contohnya, bagaimana menjelaskan sabda Tuhan Yesus “Ambillah, inilah tubuhkku... (Mrk.14:22b) kemudian “inilah darahku,...(Mrk.14:24a) Gereja Roma mengambil transubtansi karena penafsirannya secara harafiah. Mereka percaya roti dan anggur (hasil pokok anggur) telah benar-benar menjadi tubuh dan daarah Yesus. Zwingli menafsirkan ayat-ayat ini dengan pemahaman simbolis, bagi dia perjamuan kudus ini merupakan sakramen yang mengingat tentNG tUHan Yesus (Luk. 22:19) perbedaan pandangan ini ini bersumber dari pemakainaan prinsip dan metode penafsiran yang tidak sama. Sejarah Gereja mencatat, perbedaan ini telah menimbulkan perdebatan yang sangat sengit, bahkan peselisihan yang tajam.
            Bapa jenis bahasa kiasan pendek
1.      Bersifat perbandingan yaitu Ibarat dan Metafora
2.      Yang bersifat asosiasi Metonimia (Metonymy) /atribut
3.      Sinekdoke(Sinecdoche)bahasa kiasan
4.      Yang bersifat Personifikasi (Personifikation) gambaran yang mati seolah-olah hidup
5.      Apostrofe (Apostrofe) ditujukan pada objek yang hadir maupun yang tidak hadir
6.      Yang bersifat menekankan suatu makna atau makna yang sebaliknya (Hiperbol/)
7.      Ironi(IronY) bertentangan dengan makna yang sebaliknya
8.      Yang berfokus pada sebuah ide Interogatif
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penafsiran
Selain apa yang sudah dibahas, masih ada bebrapa jenis bahasa kiasan pendek lain yang tidak dimasukkan karena jenis-jenis ini tidak begitu penting atau kurang bersifat kiasan dalam pengertian umum. Dalam penafsiran bahasa kiasan pendek perlu memperhatikan beberapa hal.
1.      Memastikan ragam sastra bagian kitab yang ditafsir
2.      Memastikan jenis bahasa kiasan pendek
3.      Waspada terhadap aktivitas penafsir
4.      Berupaya menenal makna harafiah bahasa kiasan pendek
5.      Selalu memperhatikan konteks

KESIMPULAN
Kiasan adalah kata (ungkapan) yang digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang tidak untuk arti harafiahnya (sesungguhnya), tetapi mengungkapkan suatu berita kebenaran tertentu dengan cara yang lebih menarik. Dalam Alkitab kita menemui banyak kata-kata kiasan yang dipakai. Untuk itu kita perlu mengerti bentuk kata-kata kiasan bagaimana yang dipakai supaya tidak salah menafsirkan beritanya.
·         Metafora. Artinya: membandingkan dua hal yang mempunyai arti yang berlainan.
Contoh:  "Akulah roti hidup;" (Yohanes 6:35)
·         Simili. Artinya: membandingkan dua hal yang berlainan memakai kata "seperti".
Contoh: "Aku akan seperti embun bagi Israel,..." (Hosea 14:6)
·         Sinekdot. Artinya: bagian yang mewakili keseluruhan, atau sebaliknya.
Contoh: "semua penduduk Yerusalem" (Markus 1:5)
·         Antromorf. Artinya: berbicara kepada benda mati yang diperlakukan sebagai manusia.
Contoh: "Hai mezbah, hai mezbah" (1 Raja-Raja 13:2)
·         Personifikasi. Artinya: berbicara mengenai benda yang tidak hidup menjadi seolah-olah hidup. Contoh: "Biarlah sungai-sungai bertepuk tangan." (Mazmur 98:8)
·         Hiperbole. Artinya: pernyataan yang dilebih-lebihkan.
Contoh: "Air mataku berlinang seperti aliran air." (Mazmur 119:136)
·         Interogasi. Artinya: bentuk pertanyaan, yang jawabannya sudah diharapkan oleh si penanya.
Contoh: "Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?" (Mazmur 8:4)
·         Ironi. Artinya: berlawanan dengan arti yang sebenarnya.
Contoh: "bersama-sama kamu hikmat akan mati" (Ayub 12:2)
Untuk menafsirkannya dibutuhkan kecermatan (ketelitian), sensitif, objektif baik dalam melakukan observasi dalam ragam bahasa, jenis, pengenalan makna, serta untuk memperhatikan konteks.

4.    Puisi dan Penafsiran
Grant R Osborne, Spiral Hermeneutik: Pengantar Komprehensif Bagi Penafsir Alkitab (Momentum:Surabaya, 2012), Hal. 259-282

Perjanjian lama memiliki banyak kitab puisi di luar kitab-kitab yang sudah dikenal luas seperti Mazmur, Amsal, Ratapan, Kidung Agung, atau Ayub. Oleh karena itu puisi adalah salah satu saran yang melintasi genre-genre lain, menjadi suatu teknik retorika yang utama dalam literature hikmat dan nubuat.
Makjna dan teologi dari kitab mazmur sangat diperdebatkan sampai saat ini. Kecenderungan sebagian abad ini adalah menempatkan tiap mazmur didalam situasi sejarah yang lebih besar dari kepercayaan Israel kuno.
BENTUK PUISI IBRANI
Sangatlah penting untuk memahami puisi ibrani berfungsi. Para ahli dan pendeta sering kali mengeksegesis secara berlebihan atas kiasan atau metafora dalam puisi Ibrani dan memberikan bobot theologis lebih dari pada yang seharusnya. Bentuk dan fungsi dari pola-pola puisi Semitik.
1.    Pola-pola metric (sajak). Puisi dapat dikenali melalui sajak atau rima dan melalui paralilisme tata bahasa dan bahasa. Identifikasi melalui sajak dan rima terutama berguna bagi para pengkhotbah. Pengetahuan dasarnya mengenai sajak itu dalam rangka memampukan pembaca untuk memperoleh kepekaan menenai bahasa ibrani.
2.    Paralelisme. Banyak studi yang merujuk kepada pasangan-pasangan kata melemahkan pandangan bahwa selalu ada perkembangan diantara baris-baris, pasangan seperti bumi/debu, musuh/lawan, Yakub/Israel, suara/ucapan, umat/bangsa, dan perpaduan-perpaduan serupa merujuk kepada paralelisme sinonimi yang digunakan.
a.       Paralelisme sinonimi terjadi ketika baris kedua mengulang yang pertama dengan sedikit atau tidak ada makna yang ditambahkan. (Yesaya 53:5)
b.      Paralelisme tangga (paralelisme sintesis) suatu perkembangan pemikiran dimana baris kedua menambah ide-ide yang pertama (Mazmur 1:3; Yeremia 50:19b)
c.       Paralelisme klimaks adalah sejenis paralelisme tangga, namun disini beberapa unit membangun pemikiran menuju suatu klimaks (Mazmur 29:1-2)
d.      Paralelisme antitesis yaitu membalikkan penekanan dari yang lainnya dan merupakan yang ketiga dari tipe-tipe utama. (Amsal 3:1)
RAGAM-RAGAM PUISI
Puisi memiliki fungsi penyembahan dalam meditasi antara bangsa itu dengan Allah serta memiliki fungsi khotbah dalam mengingatkan orang-orang tentang tanggung jawab mereka dihadapan Allah.
1.      Nyanyian perang merupakan salah satu bentuk yang paling awa dari puisi. Panggilan perang dalam Keluaran 17:16 dan pekik perang dari Hakim-Hakim 7:18, 20)
2.      Kidung-kidung cinta. Kidung-kidung cinta membentuk kategori kedua dari puisi. (Kej. 2-3)
3.      Ratapan. Ratapan merupakan tipe yang paling umum dari Mazmur ada lebih dari enam puluh ratapan dijumpai dalam Mazmur (Mazmur 3:5-7; 13; 17; 22; 25-28; 31; 38-40; 42-43; 51; 54-57; 69-71; 120; 139; 142)       
4.      Himne atau nyanyian pujian. Merupakan yang paling dekat kepada penyembahan yang murni dari setiap tipe puisi Alkitab manapun.                       
5.      Himne atau Nyanyian pujian merupakan yang paling dekat kepada penyembahan yang murni dari setiap tipe puisi Alkitab manapun. (Mazmur 18; 30; 32; 34; 40; 66; 92; 103; 116; 118; 138)
6.      Nyaaayian perayaan dan penegasan. Melingkupi beberapa tipe himne yang merayakan hubungan kovenan Allah dengan raja dan bangsa itu.                                                      
7.      Mazmur-mazmur hikmat dan pengajaran (Mazmur 1:36; 37; 49; 112; 128 :133)                  
8.      Mazmur-mazmur yang bersifat mengutuk (Mazmur 12:35; 52; 57-59; 69; 70; 83; 109; 137; 140)
Puisi dalam perjanjian Baru adalah paralelisme sinonimi (Lukas 1:46-47), paralelisme sintesis (Lukas 1:51), dan paralelisme antitesis (Lukas 1:52)
Prinsip-prinsip menafsir:
-          Perhatikan pola-pola bait
-          Kelompok baris-baris yang paralel
-          Pelajari bahasa yang bersifat metafora
-          Jika memungkinkan, perhatikan latar belakang sejarah mazmur itu
-          Pelajari mazmur dengan tipe dan bentuk dasarnya
-          Pelajari mazmur-mazmur mesianis dengan melihat tujuan dasarnya.
-          Pelajari mazmur sebagai keseluruhan sebelum menarik kesimpulan
-          Sastra PB harus dipelajari pada dua tingkatan
Beberapa jenis Puisi dalam kitab-kitab Puisi di Alkitab:
1.    Mazmur Ratapan (60 buah)
2.    Mazmur mengucap syukur.
3.    Kidung Pujian.

4.    Mazmur Sejarah Keselamatan.
5.    Mazmur Perayaan dan Pengukuhan.
6.    Mazmur Hikayat.
7.    Nyanyian Kepercayaan.
Sebagian besar isi (khususnya Kitab Mazmur) adalah pengalaman dan pergumulan pribadi para penulisnya. Pengalaman seseorang tidak dapat dipakai sebagai pedoman pengajaran/ doktrin. Ada tiga tujuan penerapan Mazmur dalam kehidupan orang Krsiten yaitu:
1.      Sebagai penuntun dalam ibadah.
2.      Untuk memiliki hubungan yang jujur dengan Allah.
3.      Untuk merenungkan perkara-perkara yang Allah telah lakukan bagi kita sehingga kita dapat bersyukur atasnya.



5.    Sastra Hikmat dan Penafsiran
Grant R Osborne, Spiral Hermeneutik: Pengantar Komprehensif Bagi Penafsir Alkitab (Momentum:Surabaya, 2012), Hal. 283-299

Salah satu dari genre Alkitab yang paling tidak dikenal adalah sastra hikmat, Sifat dari sastra hikmat adalah:
1.      Orientasi yang praktis, merupakan sifat dasar dari pemikiran mengenai hikmat.
2.      Ketergantungan pada Allah, merupakan tema utama lain dari sastra hikmat.
3.      Otoritas yang tidak langsung
4.      Theologi penciptaan, merupakan bagian dari jalinan dasar pemikiran mengenai hikmat dalam PL
Bentuk-bentuk sastra hikmat:
1.      Amsal, bentuk yang mendasar dan paling menonjol. Suatu pernyataan singkat mengenai kebenaran yang diterima secara universal yang diformulasikan sedemikian rupa sehingga dapat diingat.
2.      Ucapan, ucapan sering kali bersifat lokal, dua tipe ucapan yaitu, ucapan berdasarkan pengalaman, dan ucapan didaktif.
3.      Teka-teki (Hakim-hakim 14:10-18)
4.      Imbauan, bisa positif (suatu perintah) atau negatif (suatu larangan, Amsal 22:24-25)
5.      Alegori
6.      Himne-himne dan doa-doa, yaitu pemulihan atas hikmat dan ucapan syukur kepada Allah sebagai pencipta dan penebus.
7.      Dialog, sementara beberapa bentuk sastra hikmat dijumpai dalam kitab Ayub, yaitu rangkaian dialog Ayub dengan teman-teman dan Allah.
8.      Pengakuan, pengakuan bersifat otobiografi dan memakai masalah-masalah yang telah dialami oleh para patriakh.
9.      Onomastika yaitu daftar-daftar hikmat.
10.  Ucapan-ucapan berkat, bentuk ucapan-ucapan yang menambah suatu nada theologis (Mazmur 1:1).
Prinsip-prinsip hermeneutika:
1.      Perhatikan bentuk dari suatu ucapan hikmat.
2.      Bertanyalah apa konteksnya penting.
3.      Pastikanlah apakah ada hiperbola.
4.      Perikop-perikop yang sulit harus diterapkan secara lintas budaya kepada stuasi yang analogis hari ini.


6.    Perumpamaan-Perumpamaan Tentang Kerajaan
Gordon D Fee dan Douglas Stuart, Hermenutika: Bagaimana Menafsirkan Firman Tuhan Dengan Tepat  (Malang: Gandum Mas, 2006), Hal. 147-168

Ketika ditanya mengenai maksud perumpamaan-perumpamaan itu, tampaknya Yesus mengemukakan bahwa perumpamaan-perumpamaan itu mengandung rahasia bagi orang-orang kalangan dalam, sementara perumpamaan itu mengeraskan hati orang-orang kalangan luar (hal. 133).
            Hal pertama yang harus kita perhatikan ialah bahwa tidak semua pernyataan yang kita golongkan sebagai perumpamaan adalah sejenis. Petunjuk-petunjuk yang terbaik mengenai apa artinya perumpamaan terdapat dalam fungsi sebagai sarana untuk membangkitkan tanggapan dari pihak pendengar.
            Juga penting untuk menetapkan siapa pendengarnya, sebab arti perumpamaan itu berhubungan dengan bagaimana perumpamaan itu mula-mula didengar (hal. 138). Misalnya tentang perumpamaan anak yang hilang. Konteksnya adalah keluhan orang farisi karena Yesus menerima dan makan bersama-sama dengan orang-orang berdosa.
            Tugas Hermeneutis yang diajukan oleh perumpamaan-perumpamaan itu adalah unik. Keunikan itu berfakta bahwa perumpamaan itu jarang memerlukan penafsiran ketika itu mula-mula di ucapkan.
Ada dua hal yang perlu dilakukan adalah:
1.      Sebagai mana biasa, pada dasarnya kita memikirkan perumpamaan-perumpamaan itu dalam konteks Alkitabiah yang sekarang ini.
2.      Saran Hermeneutis kami yang lain berhubungan dengan fakta bahwa semua perumpamaan Yesus sedikit banyak merupakan wahana untuk mengumumkan Kerajaan.

                                                Syarat-Syarat Perjanjian bagi Israel
            Didalam Perjanjian Lama terdapat lebih dari pada Enam ratus hukum, dan ada enam (6) garis pedoman awal untuk mengerti hubungan orang Kristen dengan Taurat Perjanjian Lama. Garis-garis pedoman itu sendiri dimaksudkan untuk membantu dalam menyesuaikan diri ke arah penghargaan yang semestinya terhadap Taurat:
1.      Taurat Perjanjian Lama adalah suatu Perjanjian (Covenant)
2.      Perjanjian Lama bukanlah wasiat kita
3.      Jelaslah ada beberapa ketentuan Perjanjian Lama yang tidak di baharui dalam Perjanjian Baru
4.      Sebagian Perjanjian Lama di baharui dalam Perjanjian Baru
5.      Semua hukum Perjanjian Lama masih merupakan Firman Allah bagi kita walaupun hukum itu tidak lagi merupakan perintah Allah bagi kita.
6.      Hanyalah bagian yang dengan tegas di baharui dari taurat, Peerjanjian Lama dapat dianggap sebagai bagian dari  “Hukum Kristus” di Perjanjian Baru.
            Dalam hal menyampaikan Firman Tuhan, sebaiknya di perhatikan semua konteks yang ada dalam Alkitab yang berkaitan dengan Firman Tuhan yang akan di sampaikan. Kita keliru apabila menyimpulkan bahwa Taurat tidak lagi merupakan bagian yang bermanfaat dalam Alkitab. Justru sebaliknya, Taurat bukan saja berfungsi dalam sejarah penyelamatan untuk membawa kita kepada Kristus sebagaimana dikatakan Paulus, tetapi tanpa Taurat kita tidak akan bisa memahami apa artinya menjadi umat Allah bagi Israel.
Ø  Lihatlah Taurat PL sebagai Firman Allah yang diilhamkan sepenuhnya bagi kita. Janganlah memandang Taurat PL sebagai perintah langsung Allah kepada kita.
Ø  Janganlah memandang Taurat PL sebagai hal yang mengikat orang Kristen dalam perjanjian yang baru, kecuali yang khusus dibaharui.
Ø  Lihatlah keadilan, kasih serta norma-norma yang tinggi dari Allah yang dinyatakan dalam Taurat PL.
Ø  Janganlah memandang Taurat PL sebagai paradigm yang memberi contoh-contoh untuk seluruh perilaku yang diharapkan.
Ø  Ingatlah bahwa inti Taurat (sepuluh perintah dan 2 hukum yang utama) diulang dalam kitab nabi-nabi dan dibaharui dalam PB.
Ø  Pandanglah Taurat PL sebagai suatu karunia yang dermawan kepada orang Israel, yang membawa banyak berkat jika ditaati.




KESIMPULAN
Alkitab adalah Firman Allah yang menjadi satu-satunya bagi orang Kristen.  Ini artinya kita tidak boleh membaca Alkitab dengan memasukkan pikiran atau pendapat kita sendiri ke dalamnya. Sebaliknya, bila kita ingin diri kita menjadi layak di hadapan Allah, kita diwajibkan untuk menemukan dan mengikuti cara menafsirkan Alkitab dengan benar. Tentang apakah penafsiran ini sesuai atau tidak dengan denominasi atau tradisi kita, hal tersebut tidaklah boleh menjadi bahan pertimbangan kita. Yang terpenting bagi kita adalah berusaha agar layak di hadapan Allah dan demi mencapai tujuan itu kita harus menyelidiki dan mengikuti cara penafsiran Alkitab seperti yang Alkitab itu sendiri lakukan terhadap dirinya.


7.    Apokalipsis dan Penafsiran
Grant R Osborne, Spiral Hermeneutik: Pengantar Komprehensif Bagi Penafsir Alkitab (Momentum:Surabaya, 2012), Hal. 283-299

Sastra Apokaliptik mewakili satu dari banyak bagian yang paling mempesona namun paling membingungkan dari kitab suci, misalnya ketika mempelajari kitab Daniel atau Wahyu, pembaca merasa telah dihantar ke dalam suatu dunia peri, mitos dan monster-monster, suatu panorama fantasi gaya Tolkien. Ketidaknyataan dari simbol-simbol dan peralihan terus menerus dari satu adegan ke adegan benar-benar membingungkan. Pada saat yang bersamaan, teks tersebut peperangan dilangit dan di bumi, antara kebaikan dan kejahatan, antara anak-anak Allah dan kekuatan – kekuatan iblis.
Kata “apokalips” berasal dari kata bahasa Yunani Ἀποκάλυψις artinya Wahyu (Wahyu 1:1). Sastra Apokaloptik suatu tulisan atau buku orang Yahudi beserta konsep-konsep dasarnya yang bertumbuh subur di sekitar Palestina yang kebanyakan beredar kira-kira antara abad kedua dan abad pertama kemudian masuk ke dalam komunitas orang Kristen.
Banyak orang meyakini bahwa Sastra Apokaliptik dikembangkan terutama selama Makabe (keluarga Yahudi yang memberontak melawan Dinasti Seleukus dan mendirikan Kerajaan Hasmoni di Israel pada abad ke-2 SM dan abad pertama SM.) sebagai suatu proses Hasidik (Yahudi paling ortodoks) terhadap politik religious dan penganiayaan dari Seleucids dan secara khusus Antiokhus Epifanes. Sastra Apokaliptik sudah ada di Timur sebelum periode sastra nubuat.
Asal-usul timbulnya literature Apokaliptik menurut G. E. Ladd dalam tulisannya yang berjudul “Apocalyptic” di baker’s Dictionary of theology member 3 sebab munculnya literature ini,
1.      Timbulnya kelompok yang melihat diri mereka sebagai orang benar yang tersisa, salah satu golongan mereka adalah kelompok Qomran. Mereka menganggap nubuat nabi digenapi atas diri mereka.
2.      Persoalan kejahatan, persoalan ini timbul sebab rupanya Allah tidak lagi menghukum yang jahat dan memberkati yang baik, apa yang terjadi justru sebaliknya. Ini merupakan yang serius bagi orang Israel yang pulang dari pembuangan, terutama setelah mereka berusaha taat kepada hukum Musa.
3.      Orang Yahudi tidak lagi mendengar Nubuat.
Berabad-abad lamanya bangsa Yahudi mendengar ajaran yang disampaikan Nabi, tetapi kini seolah-olah tertidur, makanya penulis Apokaliptik bangkit berdiri mengisi kekosongan ini.

BENTUK DAN KARAKTERISTIK-KARAKTERISTIK APOKALIPTIK
Istilah Apokaliptik dulu belum digunakan terhadap rumpun sastra, istilah ini muncul dalam Wahyu 1:1, dan barulah abad kedua istilah ini muncul secara lazim untuk genre ini. Kata itu berarti menyingkap atau membuka pengentahuan yang sebelumnya tersembunyi, dan menjadi satu istilah yang alami untuk digunakan. Sastra Apokaliptik mempunyai 2 aspek yaitu genre atau tipe sastra dan serangkaian konsep yang dijumpai dalam teks, oleh karena itu penulis memisahkan bentuk – bentuk formal khusus yang berhubungan dengan gaya dan isi dari teks dan karakter-karakter yang lebih umum yang menggambarkan kerangka pemikiran yang mengarah kepada produksi dari teks tersebut.

a.      Bentuk-bentuk formal
Para ahli telah memperdebatkan bentuk-bentuk formal dari genre Apokaliptik. E. P. Sanders merangkum perdebatan itu.
1.      Banyak dari bentuk (simbol, susunan) juga dapat dijumpai dalam karya – karya yang bukan Apokaliptik.
2.      Banyak karya Apokaliptik tidak berisi mayoritas dari sifat – sifat ini.
3.      Banyak daftar tidak berhasil mencakupkan elemen – elemen yang biasanya di jumpai dalam karya – karya Apokaliptik
Para ahli mengatasi dengan cara, pertama memisahkan genre (menganggap suatu karya sebagai keseluruhan) dan “bentuk” (berkenaan dengan unit – unit wacana yang kecil di dalam suatu karya), dan kedua dengan membedakan Apokaliptikme (situasi sosiologis di balik gerakan itu), eskatologi Apokaliptik (tema utama dari gerakan itu).
Gaya Apokaliptik memiliki keragaman yang sama banyak dengan karya Apokaliptik, ini bukanlah fenomena yang baru dalam setiap genre, dan itu bukanlah penghalang terhadap kategori – kategori umum. Bentuk genre Apokaliptik tergantung pada akumulasi dari kategori-kategori formal dalam unit-unit kecil di dalam keseluruhan yang lebih besar. Tidaklah ada hal yang disebut genre yang murni, dan usaha untuk menjelaskannya sebagai suatu genre murni seperti yang dilakukan Sanders dan yang lainnya dapat dipastikan akan berakhir mengalami kegagalan.
1.      Komunikasi melalui wahyu mungkin merupakan sifat yang paling lazim, pada masa itu nubuat ditandai oleh pendengaran langsung dan Apokaliptik di tandai oleh suatu penglihatan atau mimpi, contoh Zakaria 1-6 merupakan suatu rangkaian penglihatan dan beisi elemen – elemen Apokaliptik yang pasti. Walaupun kualitas mereka sebagai tulisan Apokaliptik masih diperdebatkan.  Apokaliptik itu sendiri menggunakan penglihatan(wahyu)
2.      Pengantaraan malaikat, bagian dari medium pewahyuan. Adanya simbolisme yang digunakan dalam penglihatan.
3.      Siklus wacana menunjukan bentuk gaya Sastra Apokaliptik, sementara tulisan – tulisan nubuatan pada awalnya merupakan nubuat – nubuat lisan, Apokaliptik sudah merupakan bentuk sastra dari awalnya.
4.      Wacana etika, menjelaskan tujuan dari penglihatan bagi para pembaca yang sebelumnya para ahli sering menyatakan bahwa Sastra Apokaliptik tidak tertarik dengan zaman sekarang dan sangat jarang berisi tentang nasehat atau imbauan.
5.      Simbolisme esoteric merupakan sifat yang paling tampak dari Sastra Apokaliptik. Sumber dari simbol ini juga berbeda dari para nabi dan bagi para penulis alkitab lainnya.
6.      Penampilan sejarah ditonjolkan dalam karya Apokaliptik seperti kitab Yobel, menjalin masa lalu dan masa depan. Beberapa karya itu mengasikan diri mereka sendiri dengan detail dari sejarah dunia, khususnya tentang Israel (Dan 2 : 7-12, Ezr. 11-12, apokalips Abraham).
7.      Pseudonimitas (memakai nama alias) merupakan karakter pertama yang disebut oleh banyak ahli, tentu saja ini terlalu berlebihan.

b.      Karakteristik-karakteristik
Meskipun sangat sulit menguraikan karakteristik-karakteristik Sastra Apokaliptik namun kita bisa melihat beberapa aspek yaitu:
1.      Pesimisme terhadap zamannya
Apokaliptikisme berkembang di dalam suatu waktu krisis besar, situasi itu sangatlah berbahaya sehingga harapan yang ada pasa masa itu sangat kecil. Yudaisme bukan hanya menghadapi masalah dari luar tetapi juga masalah dari dalam sekularisme yang semakin berkembang dan benturan budaya dengan Babel, Persia dan Helenistik. Karena itu hanya Allah yang bisa menghadirkan keteraturan dari kekacauan ini.
2.      Janji mengenai penyelamatan dan pemulihan.
Disepanjang penglihatan-penglihatan Daniel dan Wahyu pemulihan memang menonjol doa-doa orang saleh untuk pembebasan terjawab. Klimaksnya di dalam kemuliaan dan sukacita mereka rela mati martir dan ini sudah diramalkan dalam wahyu 6:8-9; 15-16 (tentang murka) dan wahyu 1:4-5; 7; 10; 19 (tentang kemuliaan).
3.      Suatu pandangan mengenai realitas transenden.
Ketransendenan ilahi sangat berhubungan dengan eskatologi di masa depan. Penulis Apokaliptik ini menjelaskan bahwa Allah masih berkuasa atas zaman ini, semuanya akan berakhir pada waktu-Nya sendiri, dan semua manusia akan melihatnya. meskipun banyak orang memandang ini tidak masuk akal dan meskipun banyak orang merasa pada masa ini seolah-olah Allah menghilang dari adengan.
4.      Adanya suatu determinisme.
Allah secara menyeluruh mengendalikan segala sesuatu tentang sejarah. Suatu perspektif presdestinasi yang kuat sangat menonjol, yaitu Allah telah merencanakan keberlangsungan masa depan dari dunia ini.
5.      Suatu dualisme yang telah dimodifikasi.
Doktrin mengenai dua zaman, zaman ini dan jaman yang kan datang. Zaman ini diwarnai oleh pertentangan total antara Allah dan Iblis, antara baik dan fasik. Zaman berikutnya akan diawali dengan kemenangan lengkap oleh Allah dan akan ada tantangan yang baru.
6.      Penciptaan kembali atas kosmos (Yesaya 65:77; 66:22).
Perspektifnya adalah penciptaan kembali atau kosmos, dengan suatu “langit baru dan bumi baru” (2 Ptr 3 : 13, Why 21:1-6) menyatukan langit dan bumi yang sebelumnya terpisah ke dalam suatu kesatuan yang baru dan penggenapan “keluhan ciptaan” dalam Rm 8 : 19-22.
7.      Perspektif eskatologis
Poros waktu dan poros ruang. Poros pertama berhubungan dengan Hari Tuhan yang akan datang yang akan mengakhiri pertandingan sejarah umat manusia sekarang ini. Poros ruang berpusat pada duniawi berlainan dengan sorgawi dan memperlihatkan suatu penekanan yang tidak dijumpai ditempat lain.

PRINSIP PENAFSIRAN APOKALIPTIK
Selain analisis teks, konteks, isi, SLB, terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan.
1.      Perhatiakan tipe (genre).
Banyak perbedaan antara Sastra Apokaliptik dan Nubuat, faktanya tidak satupun dari kitab-kitab dalam Alkitab dan hanya sedikit kitab di luar Alkitab yang murni Apokaliptik.
Misalnya Zak. 1-6 genre utamanya adalah Apokaliptik sedangkan Zak. 7-14 genre utamanya adalah nubuat, Daniel merupakan percampuran dari dua genre tersebut dan Aune mengemukakan bahwa kitab Wahyu merupakan suatu gabungan dari bentuk – bentuk Apokaliptik, nubuat dan epistel.
2.      Perhatikan perspekulatif dari perikop
Poin pertama berpusat pada bentuk formal dari karya itu, kedua memperhatikan karakteristik-karakteristik yang telah dibahas. Seorang penafsir harus memperhatikan aspek-aspek yang ditegaskan dan khususnya pola yang mengembangkan aspek itu.
Missal, Yeh. 38-39 (Gog dan magog)
3.      Tidak ada penglihatan yang berfungsi dengan sendirinya.
Contoh: Zakaria 9-14 (penghakiman dan pemulihan) walaupun cukup berbeda dalam bentuknya, tetapi mengembangkan dan menerangkan pasal-pasal sebelumnya.
4.      Perhatikan fungsi dan makna dari simbol - simbol
Seteleh memperhatikan arah dasar dari keseluruhan, seseorang harus mengeksegesis bagian-bagiannya. Fee dan stuart membuat usulan khusus mengenai Kitab Wahyu, terutama karena sudah lazim mengabaikan faktor-faktor  historis ketika menafsirkan Sastra Apokaliptik.
5.      Tekanan theologis dan perhatikan bagian yang prediktif dengan rendah hati. Bukan berarti nubuat masa depan itu tidak sepenting berita theologis kepada zaman penulis tulisan itu sendiri. Penggunaan simbol-simbol mengarahkan pembaca kepada Allah, bukan hanya peristiwa-peristiwa masa depan. Oleh karena itu kita perlu menegaskan makna theologis dari Sastra Apokaliptik.
KESIMPULAN
Sebagai sebuah jenis tulisan dalam Kitab Suci, Sastra Apokaliptik memiliki kekhasannya sendiri untuk menyampaikan pesan yang hendak diwartakan kepada pembaca. Sama seperti jenis tulisan lainnya, tulisan Apokaliptik banyak dipengaruhi oleh budaya dan latar belakang yang hidup pada masa penulisannya. Nubuat dan Sastra Apokaliptik adalah berbeda, yang membedakannya adalah penyataan Allah yang diberikan pada para nabi disampaikan secara lisan kepada umat sedangkan para penulis kitab Apokaliptik menyampaikan pernyataan Allah yang diperoleh dari penglihatan dalam bentuk tulisan. Meskipun terdapat perbedaan antara nubuat dan Apokaliptik, tetapi dalam banyak aspek mereka pun sangat dekat. Ditambah lagi, literatur Apokaliptik sangat mungkin lahir dari nubuat Perjanjian Lama. Sastra Apokaliptik dan Nubuat sama-sama menekankan panggilan kepada kita umat-Nya untuk menjaga kesetiaan hanya pada Allah.

Bagikan artikel ini :

Post a Comment

 
Supported by: Blogger | Blogger.com
Copyright © 2014. Rumah Pelayanan - All Rights Reserved
WWW . RUMAHPELAYANAN . COM