Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Maret 2014
Baca: Amsal 25:1-28
"Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya." Amsal 25:28
Sering kita jumpai ada banyak orang Kristen yang hidupnya menjadi "batu
sandungan" bagi orang lain karena memiliki tabiat yang kurang
terpuji: mudah marah, ucapan tidak terkontrol, suka menjelekkan orang
lain, menghakimi, menggosip... intinya kedagingan mereka masih sangat
dominan. Mereka tidak mampu mengendalikan diri.
Apa itu pengendalian diri? Pengendalian diri adalah sebuah sikap
tegas tidak mau dikuasai oleh keinginan-keinginan duniawi, atau tidak
berkompromi terhadap segala hal yang berlawanan dengan kebenaran.
Pengendalian diri berkenaan dengan komitmen seseorang untuk hidup benar,
membangun kebiasaan-kebiasaan yang baik disertai tekad untuk
meninggalkan, membuang, dan menghancurkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang
membawa seseorang makin jauh dari jalan Tuhan. Memiliki pengendalian
diri berarti berani berkata tidak terhadap segala hal yang berbau
kefasikan dan keduniawian seperti tertulis: "Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan
keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan
beribadah di dalam dunia sekarang ini," (Titus 2:12). Untuk bisa mengendalikan diri dibutuhkan kemauan, tekad, semangat dan kerja keras, karena "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Pengendalian diri penting sekali bagi orang percaya karena merupakan syarat utama mengikut Yesus. "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Mampu mengendalikan diri berarti "...menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5).
Ketika mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, di tengah situasi
sulit dan menghadapi orang-orang yang terkadang diijinkan Tuhan untuk
membentuk dan menguji kita, mampukan kita menunjukkan sikap pengendalian
diri dan tetap memegang teguh nilai-nilai iman, sehingga melalui sikap
dan perbuatan kita orang lain tidak lagi "tersandung"?
Rasul Paulus bertekad, "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah
memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27).
Post a Comment